Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di
Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di
rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan ndiri Syarikat
Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat
belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya.
Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS
(Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang
menjadi IT. Ia berhasil meraih gelar “Ir” pada 25 Mei 1926. Kemudian,
beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional
lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka.
Akibatnya, Belanda memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29
Desember 1929.
Saat dipenjara, Soekarno mengandalkan hidupnya dari sang istri. Seluruh
kebutuhan hidup dipasok oleh Inggit yang dibantu oleh kakak kandung
Soekarno, Sukarmini atau yang lebih dikenal sebagai Ibu Wardoyo. Saat
dipindahkan ke penjara Sukamiskin, pengawasan terhadap Soekarno semakin
keras dan ketat. Dia dikategorikan sebagai tahanan yang berbahaya.
Bahkan untuk mengisolasi Soekarno agar tidak mendapat informasi dari
luar, dia digabungkan dengan para tahanan 'elite'. Kelompok tahanan ini
sebagian besar terdiri dari orang Belanda yang terlibat korupsi,
penyelewengan, atau penggelapan. Tentu saja, obrolan dengan mereka tidak
nyambung dengan Bung Karno muda yang sedang bersemangat membahas
perjuangan kemerdekaan. Paling banter yang dibicarakan adalah soal
makanan, cuaca, dan hal-hal yang tidak penting. Beberapa bulan pertama
menjadi tahanan di Sukamiskin, komunikasi Bung Karno dengan rekan-rekan
seperjuangannya nyaris putus sama sekali. Tapi sebenarnya, ada berbagai
cara dan akal yang dilakukan Soekarno untuk tetap mendapat informasi
dari luar.
Hal itu terjadi saat pihak penjara membolehkan Soekarno menerima kiriman
makanan dan telur dari luar. Telur yang merupakan barang dagangan
Inggit itu selalu diperiksa ketat oleh sipir sebelum diterima Bung
Karno. Seperti yang dituturkan Ibu Wardoyo yang dikutip dalam buku 'Bung
Karno Masa Muda' terbitan Pustaka Antarkota tahun 1978, telur menjadi
alat komunikasi untuk mengabarkan keadaan di luar penjara. Caranya, bila
Inggit mengirim telur asin, artinya di luar ada kabar buruk yang
menimpa rekan-rekan Bung Karno. Namun dia hanya bisa menduga-duga saja
kabar buruk tersebut, karena Inggit tidak bisa menjelaskan secara
detail. Seiring berjalannya waktu, Soekarno dan Inggit kemudian
menemukan cara yang lebih canggih untuk mengelabui Belanda. Medianya
masih sama, telur. Namun, telur tersebut telah ditusuk-tusuk dengan
jarum halus dan pesan lebih detail mengenai kabar buruk itu dapat
dipahami Bung Karno. Satu tusukan di telur berarti semua kabar baik, dua
tusukan artinya seorang teman ditangkap, dan tiga tusukan berarti ada
penyergapan besar-besaran terhadap para aktivis pergerakan kemerdekaan.
Selama menjalani masa hukuman dari Desember 1929 hingga dibebaskan pada
tanggal 31 Desember 1931, Soekarno tidak pernah dijenguk oleh kedua
orangtuanya yang berada Blitar. Menurut Ibu Wardoyo, orang tua mereka
Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai tidak sanggup melihat
anak yang mereka banggakan itu berada di tempat hina yakni penjara dan
dalam posisi yang tidak berdaya. Apalagi, saat di Sukamiskin, menurut
Ibu Wardoyo, kondisi Soekarno demikian kurus dan hitam. Namun Bung Karno
beralasan, dia sengaja membuat kulitnya menjadi hitam dengan bekerja
dan bergerak di bawah terik matahari untuk memanaskan tulang-tulangnya.
Sebab di dalam sel tidak ada sinar matahari, lembab, gelap, dan dingin.
Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul
Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang
mengaku lebih maju itu.
Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930,
PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung
dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali
ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun
kemudian dipindahkan ke Bengkulu. Setelah melalui perjuangan yang cukup
panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada
17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno
mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila.
Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus
1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik
Indonesia yang pertama.
0 komentar:
Posting Komentar